Senin, 17 Mei 2010

III. Instrumen Kebijakan Moneter.
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Mulia Nasution (1998) membagi instrumen kebijakan moneter menjadi dua kategori, yaitu kebijakan moneter yang bersifat kuantitatif dan kebijakan moneter yang bersifat kualitatif.
Instrumen kebijakan moneter yang bersifat kuantitatif terkait langsung dengan perubahan jumlah uang beredar (JUB) yang ada di masyarakat, bisa berupa pengurangan maupun penambahan JUB.Instrumen kebijakan ini meliputi:
a. Mengubah tingkat diskonto (discount rate) Salah satu cara yang dapat dilakukan bank sentral untuk mempengaruhi JUB dan aktivitas perekonomian adalah melalui tingkat suku bunga dan tingkat diskonto. Jika kegiatan ekonomi berada di bawah tingkat yang akan mungkin dicapai, maka bank sentral dapat meningkatkan aktivitas perekonomian dengan menurunkan tingkat diskonto, biaya (tingkat bunga) yang dibayarkan oleh bank umum atas pinjaman pada bank sentral akan lebih murah, ini akan lebih memungkinkan bank umum memberikan pinjaman lebih banyak pada sektor industri. Sebaliknya, jika bank sentral ingin menurunkan tingkat aktivitas perekonomian yang mulai memanas, maka tingkat diskonto akan dinaikkan sehingga akan memberikan dampak kepada bank umum yang akan menaikkan tingkat bunga pinjaman yang diberikan. Tindakan ini akan mengakibatkan sector industri enggan membuat pinjaman baru, juga sector industri akan mengembalikan pinjaman di masa lalu akibat naiknya suku bunga. Hal ini akhirnya akan menurunkan jumlah uang beredar dan sekaligus menurunkan aktivitas perekonomian11. Jadi, Untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar (JUB) di suatu negara, Bank Sentral dapat menggunakan instrumen penetapan tingkat diskonto (discount rate) berupa penentuan besarnya tingkat bunga yang berlaku. Jika Bank Sentral menghendaki untuk menambah JUB, maka dilakukan dengan menurunkan tingkat bunga. Penurunan tingkat bunga akan menyebabkan masyarakat lebih menyukai untuk memegang uang tunai atau pun berinvestasi di sektor riil yang diharapkan hasilnya lebih besar dari tingkat bunga yang diterima dari bank. Sedangkan apabila Bank Sentral menginginkan untuk mengurangi JUB, maka dilakukan dengan menaikkan tingkat suku bunga. Jika tingkat suku bunga meningkat maka diharapkan masyarakat akan beramai-ramai untuk menabungkan uangnya di bank karena menginginkan mendapatkan bunga yang tinggi. Jika uang yang beredar banyak disetorkan ke perbankan maka JUB akan turun.
b. Operasi Pasar Terbuka (open market operation).
Operasi pasar terbuka ini dilaksanakan dengan melakukan jual-beli surat-surat
berharga. Tindakan menjual dan membeli surat berharga tergantung pada kondisi perekonomian yang terjadi pada suatu Negara. Jika perekonomian dalam keadaan lesu, bank sentral akan berupaya untuk menambah JUB dengan cara membeli surat-surat berharga yang dimiliki bank-bank umum. Dengan kondisi ini maka akan menambah likuiditas bank-bank umum. Bank umum juga akan lebih banyak menyalurkan kredit untuk sector industri sehingga investasi meningkat, dan hal ini akan kembali meningkatkan aktivitas perekonomian yang sebelumnya mengalami kelesuan. Bila perekonomian sedang mengamani pemanasan atau inflasi, maka bank sentral akan berusaha untuk meningkatkan cadangan likuiditas bank-bank umum. Dengan kondisi seperti ini, bank umum akan berusaha menarik kredit untuk menigkatkan cadangan dan akan menarik kredit yang diberikan. Bank sentral juga dapat memaksa bank umum untuk membeli surat-surat berharga (di Indonesia: SBI) guna mengurangi jumlah uang beredar.
c. Penetapan Giro Wajib Minimum (minimum reserve requirement).
Penetapan besarnya giro wajib minimum akan mempengaruhi jumlah cadangan
bank umum di Bank Sentral dan lebih jauh akan mempengaruhi juga terhadap JUB.
Apabila Bank Sentral berencana untuk menambah JUB, maka hal ini dilakukan dengan menurunkan persentase giro wajib minimum. Penurunan persentase giro
wajib minimum akan meningkatkan kemampuan bank umum dalam menciptakan
uang, yang pada gilirannya akan menyebabkan JUB meningkat juga. Sedangkan
apabila Bank Sentral berencana mengurangi JUB, maka dilakukan dengan
menaikkan besarnya giro wajib minimum. Jika persentase giro wajib minimum
naik, maka jumlah cadangan bank umum di Bank Sentral juga akan naik sehingga
akan menurunkan kemampuan bank umum untuk menciptakan uang sehingga JUB
juga turun.
Sedangkan instrumen kebijakan moneter yang bersifat kualitatif, meliputi:
a. Himbauan moral (moral suassion).
Bujukan moral dapat menjadi instrumen pengendalian moneter oleh bank sentral untuk mencapai sasaran operasionalnya. Cara kerja instrument ini pada dasarnya adalah bank sentral memberikan himbauan kepada bank-bank, biasanya terutama kepada bank-bank utama saja (leading banks), agar menjalankan himbauan atau permintaan bank sentral sesuai dengan kebijakan moneter yang dijalankannya. Biasanya dalam hal ini bank sentral akan menambah jumlah uang beredar, bank-bank diminta untuk menurunkan tingkat bunganya dan mulai menyalurkan kreditnya kepada sector riil. Dengan himbauan tersebut bank-bank secara moral bersedia mengikutinya dalam rangka mendorong kegiatan sector produksi guna mencapai pertumbuhan ekonomi. Kesediaan bank-bank besar menurunkan tingkat bunganya selanjutnya akan diikuti oleh bank-bank kecil. Untuk menjamin berhasil dan efektifnya penggunaan instrument ini, bank sentral haruslah benar-benar berwibawa dan kredibel yang didukung kinerja yang baik sebagai otoritas moneter. Instrumen kebijakan moneter ini seringkali disebut dengan instrumen kebijakan yang bersifat tidak langsung dalam mempengaruhi JUB. Moral suassion dilakukan melalui berbagai regulasi dan himbauan kepada sektor perbankan guna mempercepat mekanisme transmisi kebijakan moneter. Salah satu contohnya adalah adanya himbauan dari pemerintah atau Bank Sentral kepada bank-bank umum akan menyalurkan kredit mikro kepada Usaha Kecil Menengah (UKM). Dengan adanya penyaluran kredit dari perbankan kepada UKM maka akan menyebabkan JUB yang ada di masyarakat meningkat.
b. Pengawasan kredit secara ketat.
Pengendalian kredit secara selektif ini dapat mengurangi jumlah uang beredar yang
tidak produktif, maksudnya bank sentral perlu mengawasi pemberian pinjaman
untuk tujuan konsumtif. Karena pertambahan uang yang bukan untuk menambah
output riil dalam perekonomian akan menciptakan inflasi. Dengan pertambahan
uang beredar tidak diikuti dengan pertambahan jumlah produksi sektor industri.
Jadi, agar jangan sampai pertambahan uang yang tidak produktif ini akhirnya lebih
banyak diarahkan pada spekulasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar